Di tanggal 2 Juni 2015 aku melakukan perjalanan wisata kuliner sate yang terkenal di daerah Purwakarta. Aku makan seperti biasa layaknya orang makan pada umunya, namun di tengah-tengah keasyikanku, tiba-tiba gigi sebelah kiriku menjadi ngilu. Aku menyadari bahwa keadaan gigiku tidak begitu baik dan mungkin perlu beberapa tindakan dokter gigi di dalamnya. Tetapi karena aku memiliki sedikit ketakutan dengan dokter gigi dan aku merasa masih bisa menahannya maka aku mengabaikan rasa sakit itu.Kukira sakit gigi itu tidak menjadi masalah, tetapi ternyata dugaanku salah. Akhirnya 3 hari kemudian kuputuskan untuk menggunakan fasilitas kesehatan pemerintah untuk mengatasi masalah gigiku ini. Aku berangkat pagi hari untuk menghindari antrian panjang di Puskesmas Pasirkaliki sebagai Faskes tingkat I yang kupilih sewaktu mendaftarkan BPJS Kesehatan. Ternyata keahlian dokter yang ada di Puskesmas tidak sebagus di rumah sakit dan dokter spesialis pada umumnya. Puskesmas ini tidak bisa mengambil tindakan pada kasusku ini sehingga aku mendapat rujukan ke Rumah Sakit Advent. Yang baru kuketahui, BPJS Kesehatan tidak bisa sembarangan memilih rumah sakit yang diinginkan melainkan harus berdasarkan rayon yang sesuai dengan domisili tempat tinggal.
Sesampainya di rumah sakit rujukan kukira semuanya akan berjalan dengan lancar, ternyata menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan tidak semudah yang dibayangkan, banyak pengorbanan yang harus dilakukan di dalamnya. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk berobat menggunakan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Advent adalah mengambil nomor antrian dan yang perlu diperhatikan adalah kelengkapan yang harus ada saat pendaftaran, yaitu 2 (dua) lembar fotokopi surat rujukan Puskesmas, 2 (dua) lembar fotokopi KTP, 2 (dua) lembar fotokopi kartu BPJS Kesehatan, dan jika pasien yang berobat adalah anak-anak, maka harus disertakan fotokopi kartu keluarga. Ketika semua kelengkapan yang diperlukan telah tersedia selanjutnya adalah menunggu giliran dipanggil oleh petugas BPJS yang berjaga. Setelah dipanggil maka tahap ke-2 adalah melakukan timbang berat badan dan tensi darah. Ketika 2 prosedur sudah dilakukan maka yang terakhir adalah tetap mengantri dipanggil oleh dokter spesialis yang menjadi tujuan berobat.
Yang kurasakan saat berobat sangat kontras dengan pelayanan umum yang harus berbayar. Perlakuan dokter terkesan sangat cuek seolah-olah pemakai BPJS Kesehatan adalah kaum terbuang dan tidak istimewa, padahal seharusnya semua pasien diperlakukan sama. Jumlah pasien yang mengantri tidak terlalu banyak tetapi menunggu panggilan itu sangatlah lama sedangkan ketika sudah dipanggil, tidak sampai 15 menit, pasien sudah diminta keluar dan melakukan rontgen gigi Panoramic di tempat yang telah ditentukan. Aku sendiri mendapat rujukan ke Laboratorium Klinik Pramita yang ada di Jalan Riau, di sinilah peran BPJS Kesehatan tidak terpakai karena melakukan rontgen di tempat ini dikenakan biaya sebesar Rp 160.000, harga yang cukup menguras kantong. Di tempat ini juga dibutuhkan kesabaran yang cukup tinggi karena pemeriksaan yang hanya berlangsung sekitar 5 menit namun untuk pengambilan hasilnya dibutuhkan waktu 30-45 menit.
Selesai melakukan rontgen gigi, tahap selanjutnya adalah melakukan kontrol ke dokter yang sama di Rumah Sakit Advent Bandung. Ternyata setelah sampai di sana dan menyerahkan semua kelengkapan yang diperlukan, surat rujukan itu tidak bisa dipakai untuk jangka waktu kurang dari 7 hari sehingga saya harus memasuki Ruang Verifikasi untuk meminta persetujuan. Beruntung orang yang ada di sana memberikan persetujuanku berobat. Perlu diketahui, penggunaan berobat BPJS Kesehatan di rumah sakit ini hanya dibatasi maksimal 3 (tiga) kali untuk dokter yang sama. Seperti prosedur biasanya yang harus dilakukan, aku mendapat giliran masuk setelah menunggu lama dan perlakuan khusus dilakukan oleh dokter yang hanya melihat hasil rontgen dan langsung meminta pasien untuk berobat ke rumah sakit rujukan lainnya. Diagnosa dokter terhadap kasus gigiku adalah impaksi gigi bungsu, lebih tepatnya pertumbuhan gigi bungsu yang menyamping dan untuk kasus ini tidak bisa ditangani oleh dokter gigi biasa melainkan harus melalui dokter bedah mulut. Sebenarnya rumah sakit ini memiliki dokter bedah mulut tersendiri, tetapi mungkin karena perlakuan pasien BPJS dan harga dokter bedah mulut di rumah sait ini cukup mahal, maka dokter merujuk pasiennya ke rumah sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS. Di sinilah dapat terlihat dengan jelas perlakuan berbeda pasien BPJS dengan pasien umum lainnya.
Sama seperti Puskesmas awal, rumah sakit rujukan juga tidak bebas bisa dipilih oleh pasien. Rumah Sakit Advent Bandung hanya bekerja sama dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Rumah Sakit Gigi dan Mulut di Jalan Riau, dan Rumah Sakit Salamun (kalau tidak salah ingat). Akhirnya kuputuskan untuk memilih Rumah Sakit Hasan Sadikin sebagai rumah sakit rujukanku di hari Kamis. Ini pertama kalinya aku mengunjungi rumah sakit pemerintah ini sebagai tempatku berobat. Ternyata, luar biasa penuhnya antrian yang ada dan ketika aku sampai, nomor antrian yang kudapat adalah 499 di jam 11 siang. Aku dirujuk kepada dokter bedah mulut dan ketika sampai di klinik tersebut, banyak orang yang menunggu giliran dipanggil dan aku mendapat giliran dipanggil jam 2 siang. Rumah sakit pemerintah sungguh banyak peminatnya karena harga yang tergolong murah dan dibutuhkan banyak pengorbanan juga di dalamnya. Berbeda dengan dokter gigi pada umumnya, di tempat ini disediakan satu ruangan khusus yang terdiri dari banyak kursi pasien dokter gigi, mungkin karena pasiennya banyak jadi tidak memungkinkan jika satu ruangan hanya disediakan satu kursi pasien. Dokter yang menanganinya pun bersikap baik dan menjelaskan langkah apa saja yang bisa diambil oleh pasien. Hari pertama aku menjejakkan kaki di klinik bedah mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, aku diminta untuk melakukan operasi pada gigi bungsuku karena gigi tersebut tidak tumbuh dengan baik sehingga mengganggu pertumbuhan gigi lainnya dan menyebabkan rasa sakit di mulut. Aku disarankan untuk melakukan operasi dengan bius total. Mendengarnya kata "operasi" dan "rawat inap" membuatku ketakutan karena aku belum pernah melakukan ini semua dan ini merupakan pengalaman pertamaku. Karena aku tidak ingin rasa sakit berkepanjangan maka aku memutuskan untuk mengikuti saran dokter.
Sebelum operasi, aku diharuskan untuk melakukan rontgen dada, atau yang biasa disebut dengan thorax di klinik radiologi dan cek darah di klinik patologi. Setelah selesai dengan itu semua, aku diharuskan datang ke klinik anestesi. Hari demi hari aku jalani dengan mengantri sejak pagi. Rumah sakit ini sangat banyak peminatnya terutama untuk kalangan menengah ke bawah, bahkan sampai ada yang rela mengantri dan menginap untuk mendapat nomor antrian paling awal. Untuk pasien yang datang sekitar jam 6 pagi, bisa mendapat nomor antrian 300an, terbayang jika datang lebih siang bisa mendapat nomor antrian 800-1.000!! Kegiatan mengantri ini bisa menghabiskan waktu hampir satu hari kerja dan jika Anda adalah pengguna fasilitas kesehatan pemerintah ini, maka luangkanlah waktu yang pas untuk berobat.
Selesai melakukan rontgen dan tes darah, hasilnya bisa diambil di hari berikutnya dan kukira setelah itu, bisa langsung datang ke dokter yang akan dituju, ternyata tidak! Setiap hari tetap harus mengantri di bagian pendaftaran dan untuk setiap klinik yang dituju, wajib menyertakan karcis yang diperlukan sesuai klinik yang dipilih. Begitu banyak prosedur yang harus dilakukan. Akhirnya semua prosedur berhasil dilewati dan tibalah penjadwalan operasi di hari Jumat, 19 Juni 2015. Pasien diwajibkan untuk menginap di rumah sakit sehari sebelumnya untuk memastikan kondisi pasien dalam keadaan baik ketika operasi dilakukan.
Aku memasuki kamar opname di hari Kamis, 18 Juni 2015 dan di malam harinya sekitar pukul 22.00, aku diminta untuk meminum obat anestesi lalu di hari berikutnya pukul 6 pagi sebelum melakukan operasi, aku juga diminta untuk meminum obat yang sama. Setelah meminum obat, aku merasa mengantuk dan tidak sadar tanganku sudah diinfus oleh para perawat. Pukul 10.00 aku dibawa oleh perawat ke ruang operasi dan diminta untuk mengganti pakaian dengan baju khusus untuk operasi. Setelah itu aku diminta untuk menghirup obat dari masker oksigen yang dipakaikan kepadaku lalu aku tidak ingat lagi apapun yang terjadi. Dari cerita orang tuaku, aku mendengar bahwa aku menjalani operasi selama 2 jam dan harus melakukan transfusi darah sebanyak 1 labu. Begitu sadar, aku sudah berada di ruang perawatanku dan sepanjang hari itu, tidak ada makanan yang bisa masuk ke mulutku karena masih ada pengaruh obat bius yang tersisa di tubuhku. Alhasil tubuhku begitu lemas dan tidak diperbolehkan untuk pulang oleh dokter di hari Sabtu (20 Juni 2015).
Akhirnya di haru Minggu, 21 Juni 2015, aku diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatku setelah pemeriksaan dinyatakan baik dan aku sudah bisa makan dengan baik pula. Dokter memintaku untuk datang kembali ke rumah sakit untuk melepas jahitan sehabis operasi dan beberapa obat beserta antibiotik harus kumakan untuk memulihkan kembali kesehatanku. Karena di hari Jumat, hari yang diminta oleh dokter untuk melakukan kontrol, aku berhalangan, maka kuputuskan untuk kembali lagi ke Rumah Sakit Hasan Sadikin di hari Senin. Seperti biasanya, antrian pasien begitu membludak di hari ini, tetapi demi sebuah kesembuhan dan pemulihan kesehatan, maka pengorbanan ini perlu dilakukan. Atrian pasien sebanyak ini biasanya terjadi di hari Senin, dimana rumah sakit ini tidak melayani rawat jalan di akhir pekan. Rumah sakit ini juga sepertinya belum melayani rawat jalan di sore hari.
Akhirnya semua perjuangan dan pengorbanan tidaklah sia-sia karena kini sudah tidak ada masalah lagi dengan gigiku. Setidaknya gigiku tidak sakit lagi dan jika masih ada keluhan dengan gigiku, aku mungkin tidak akan datang lagi kemari karena membutuhkan perjuangan dan kesabaran luar biasa menghadapinya. Sisi positif penggunaan BPJS Kesehatan adalah meminimalkan pengeluaran dana kesehatan untuk kebutuhan yang lainnya karena itu jagalah kesehatan Anda dengan baik. Jika tidak memiliki BPJS Kesehatan, dana yang bisa dikeluarkan untuk melakukan operasi ini sekitar 2 juta per gigi belum termasuk biaya rawat inap dan obat, bisa dibayangkan betapa mahalnya untuk mendapatkan kesehatan gigi yang baik. Jangan abaikan sakit gigi dan rawatlah gigi Anda dengan mengunjungi dokter gigi minimal 6 bulan sekali untuk mengontrol kesehatan gigi Anda.
Modal utama penggunaan BPJS Kesehatan adalah kesabaran dan waktu karena banyak masyarakat yang menggunakan jasa ini untuk berobat. Ini adalah pengalaman pertamaku menggunakan BPJS Kesehatan dan terima kasih untuk pemerintah yang sudah mengeluarkan aturan ini bagi semua warganya. Selamat menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat!!