Aku memang dilahirkan dalam keluarga dengan latar belakang Kristen, tapi bukan berarti perjalanan hidupkan bahkan hingga karakterku saat ini adalah tanpa masalah. Banyak masalah yang kuhadapi bahkan bertahan hingga saat inipun tidaklah mudah. Orang tuaku menikah cukup lama hingga saat ini, tetapi entah mengapa mereka berpisah kamar sejak aku kecil bahkan sejarah hubungan mereka, akupun tidak diperbolehkan mengetahuinya. Bahkan terkadang aku malu jika orang lain mengetahui keadaan keluargaku yang jauh dari kata ideal, bahkan kasih mula-mula pun, aku tidak melihatnya pada kedua orang tuaku.
Benar kata seorang pria yang hadir di hidupku yang mengatakan bahwa karakterku saat ini dipengaruhi oleh keadaan keluargaku dan ia menginginkanku untuk berubah. Perubahan karakter tidak bisa dilakukan dengan segera bahkan ketika menjalani suatu hubungan, rasa ego itu masih tetap ada bahkan hal itu menyakitkan baginya. Kesalahan itu terkadang tidak disadari dan akhirnya malah menyakitkan bagi pasanganku. Tindakan yang kuanggap baik belum tentu baik di mata orang lain. Jika karakter itu tidak bisa berubah juga, akankah ia masih tetap menyukaiku seperti janjinya sebelumnya??
Ketika komitmen diucapkan di awal sebelum menjalin hubungan, mengapa ketika menjalaninya kata "putus" begitu mudah terucap?? Pasangan yang memutuskan untuk menjalin hubungan ke arah yang lebih serius seharusnya bisa menerima apa adanya bukan ada apanya, bahkan jika sekarang aku secara tidak sadar telah menyakiti hatinya, akankah pintu maaf itu masih terbuka?? Jika pada akhirnya kata "putus" itu telah terucap berarti salah satu pasangan telah menyerah dalam waktu singkat. Dimana kata "perjuangan bersama" yang dulu pernah terucap?? Berjuang bersama bukan hanya berarti mengenai keadaan finansial tetapi juga berjuang bersama memahami satu sama lain karena pria dan wanita diciptakan berbeda.
Manusia memang terbatas tapi Tuhan tidaklah terbatas. Jika itu adalah batas kesabarannya untuk bertahan dan mempertahankannya adalah sebuah penderitaan baginya, maka aku tidak akan menghalanginya untuk pergi. Aku juga tidak mau seorang pria berada di sisiku hanya karena terpaksa sehingga akhirnya menderita, aku hanya menginginkan kebahagiaan untuknya. Permintaan maaf terkadang tidak mampu meluluhkan kekerasan hati seorang pria. Apapun yang terjadi ke depannya, harapanku tetap supaya ia bahagia bahkan bertumbuh di dalam pengenalan akan Tuhan sampai ia menghasilkan buah. Terima kasih telah mewarnai kehidupanku selama ini, waktunya pendek tapi itu sangat bermakna.